Saturday, 11 June 2016

Mengapa Kita Tertarik Menatap Wajah Cantik?



Setiap lelaki mencintai dua orang perempuan, yang pertama adalah imajinasinya dan yang kedua adalah yang belum dilahirkan.
Salahlah bagi orang yang mengira bahwa cinta itu datang karena pergaulan yang lama dan rayuan yang terus menerus. Cinta adalah tunas pesona jiwa, dan jika tunas ini tak tercipta dalam sesaat, ia takkan tercipta bertahun-tahun atau bahkan abad. @ Khalil Gibran
Mengapa Kita Atau Saya Saja Tertarik Menatap Wajah Cantik?

Beberapa kesan visual dapat dikaitkan dengan ketertarikan manusia terhadap wajah. Penelitian baru menunjukkan bahwa otak kita memberikan 'reward' saat kita melihat wajah cantik.

Pandangan sekilas pada wajah memberi kita berbagai informasi tentang orang di depan kita. Apakah kita saling mengenal? Laki-laki atau perempuan? Senang atau marah? Apakah dia menarik?

University of Oslo, Olga Chelnokova
Dalam penelitian disertasinya yang dilakukan di Departemen Psikologi, University of Oslo, Olga Chelnokova telah mengeksplorasi bagaimana sistem visual kita dapat mengarahkan perhatian ke informasi yang paling penting di wajah. 
Studinya menunjukkan bahwa evolusi telah membuat kita sangat ahli akan wajah."Kita sering ingin tahu tentang wajah orang lain, membaca rautnya dan mengevaluasi nilai estetika mereka," kata Chelnokova.


Tak bisa berhenti menatap
Bersama dengan rekan-rekan dari kelompok riset laboratorium hedonik Farmakologi ia mengungkapkan bahwa sistem reward otak terlibat dalam penilaian kita terhadap daya tarik orang lain.
"Sistem reward yang terlibat dalam menghasilkan pengalaman kenikmatan ketika, misalnya, kita menikmati makanan enak atau memenangkan undian. Ternyata sistem itu juga terlibat dalam menciptakan perasaan senang ketika kita melihat wajah yang cantik," katanya.
Anda pasti pernah atau sering kali melihat sekumpulan wanita cantik sedang asyik mengobrol sembari sesekali tertawa bersama-sama. Menurut penelitian, seseorang yang cantik memang cenderung memilih teman dengan kecantikan serupa.

Penelitian yang diselenggarakan oleh University of Otago, New Zealand dan Oxford University, mempelajari gaya bersosialisasi di peradaban moden.
Para peneliti mengumpulkan 172 responden yang tidak saling mengenal. Lalu, mereka diminta untuk berbaur dan berteman di sebuah ruangan yang telah dilengkapi dengan kamera tersembunyi.  
Seluruh responden diminta untuk berganti-ganti kelompok sebanyak delapan kali di satu ruangan yang sama.
Wajah dan penampilan para responden telah dinilai oleh beberap peneliti dengan kualifikasi, standar, menarik, cantik, dan tampan.

Jamin Haldberstadt
“Ternyata, hasil penelitian memperlihatkan bahwa orang-orang cenderung berteman karena penilaian secara fisik, jender dan faktor atraktif,” terang Jamin Haldberstadt dari Otago’s Department of Psychology.
“Selain itu, kami juga menemukan bahwa jarak berdiri antarresponden merupakan indikasi bahwa mereka bisa kooperatif dengan orang-orang terdekat dari posisi mereka berdiri,” urainya.
Para peneliti menemukan, rata-rata para responden memang membentuk kelompok berdasarkan faktor-faktor persamaan dengan diri sendiri, meliputi penampilan dan minat.

“Wanita yang cantik biasanya selalu menjadi ‘pemimpin’ dalam kelompok sosial, tetapi hal tersebut tak berlaku dengan pria tampan di kelompok sosial,” imbuhnya


Teori evolusi
Apakah mungkin otak manusia telah berkembang untuk memperkuat perilaku evolusioner yang menguntungkan bagi kita sebagai spesies? Ini sangat mungkin terjadi, menurut para ilmuwan.
"Penelitian sebelumnya telah membentuk hubungan antara daya tarik wajah dan beberapa faktor penting untuk propagasi evolusi spesies kita, seperti kesehatan dan potensi reproduksi yang baik. Kita bisa berspekulasi bahwa ada alasan evolusi di balik otak kita menikmati melihat wajah cantik dan ingin terus-terusan melihatnya," kata Chelnokova.

Dia menekankan bahwa meskipun sistem reward memberikan respon langsung berupa sebuah kesenangan ekstra, tapi respon sistem tersebut tidak menentukan perilaku kita dalam jangka panjang.

Mencari kontak mata
Studi lain di tesis Chelnokova dilakukan dengan meminta peserta melihat gambar tiga dimensi dari wajah dan melacak gerakan mata mereka. Para ilmuwan mencatat bagian mana yang ditatap peserta ketika diminta untuk mengenali wajah.
"Mengenali wajah dari pandangan baru bukanlah tugas yang mudah, karena wajah bisa terlihat berbeda tergantung pada pandangan," jelas Chelnokova.
Para ilmuwan menunjukkan bahwa informasi 3-D tentang struktur wajah membantu kita mengenali wajah dari pandangan yang berbeda. Mereka juga melihat bahwa sistem visual kita mengarahkan perhatian terhadap bagian wajah yang memberikan informasi yang diperlukan dengan cepat, seperti mata.

Mengubah perilaku kita
Penelitian sebelumnya telah mengaitkan sistem reward otak terhadap pengalaman kita dari kecantikan wajah orang lain. Dalam studi ini, para ilmuwan memindai otak partisipan saat mereka melihat gambar wajah. Para peneliti menunjukkan bahwa menatap wajah cantik meningkatkan aktivitas dalam sistem reward.
Namun, bukti ini sebelumnya hanya korelasional, yang berarti bahwa para ilmuwan hanya mengamati peningkatan aktivasi otak terhadap wajah cantik, tapi tidak menguji apakah kegiatan ini benar-benar mempengaruhi berapa banyak orang menyukai wajah yang mereka lihat.
Hasil dari penelitian desertasi ini merupakan bukti pertama yang menunjukkan bahwa perubahan tingkat aktivitas dalam sistem reward otak menghasilkan perubahan perilaku, seperti menyukai wajah cantik dan bahkan ingin melihatnya lebih lama.

Pentingnya mata dalam evaluasi para ilmuwan telah didokumentasikan dengan baik. Misalnya, sulit untuk mengenali seseorang jika mata mereka tersembunyi, atau jika seseorang berbohong, kita sering dapat melihatnya di mata mereka.

"Secara umum, jika kita ingin memahami apa yang sedang dirasakan orang lain, mata dapat memberikan sebagian besar informasi tersebut," ujar Chelnokova.
Hidung dan pipi ternyata juga penting bagi para peserta dalam penelitian. Terutama ketika melihat wajah dalam bentuk 3-D, di mana kedua fitur wajah ini memberikan kita informasi yang berharga tentang sifat-sifat volumetrik wajah.


Mengapa wanita lebih memilih pria yang wajahnya biasa-biasa saja?

Kemudian, Bila membaca sebuah publikasi ilmiah dari hasil penelitian yang dilakukan oleh para peneliti di University of Tennesse, membuat tersadar mengapa penampilan menarik dari seorang pria bukan lagi menjadi patokan bagi wanita cantik untuk menikah. Hasil penemuan penelitian yang dipublikasikan di Journal of Family Psychology ini sekaligus memberikan sanggahan baru tentang definisi ‘pasangan ideal’.
Tentunya ini merupakan kabar gembira buat laki-laki bertampang pas-pasan alias tidak terlalu tampan. Atau bagi laki-laki yang mungkin merasa dirinya nggak tampan, nggak ganteng, nggak keren.

Kalau anda termasuk dalam kategori laki-laki seperti itu, harapan untuk mendapat istri cantik dan keren, terbentang lebar. Karena dalam penelitian ini, menikah dengan laki-laki yang tampangnya pas-pasan, malah justru bisa membuat wanita lebih bahagia.
Tak perlu heran melihat begitu banyak wanita cantik menggandeng pria bertampang ‘biasa’, bahkan cenderung tidak keren. Menurut penelitian itu, para wanita cantik yang menikah dengan pria berwajah biasa justru merasa lebih bahagia dibanding dengan pasangan yang ganteng. Sebaliknya, laki-laki lebih bangga jika menggandeng perempuan cantik.

Fakta di jaman modern ini menunjukkan kecenderungan, wanita cantik yang ingin menikah kini lebih memilih pria yang secara fisik kurang menarik. Karena membuat wanita menjadi lebih percaya diri. Sebab, itu mampu meningkatkan kepercayaan diri. Hal ini juga berlaku untuk sang wanita. Artinya, wanita cantik merasa nyaman karena dia mendapat perhatian lebih dari pria tidak menarik.

Para responden dalam penelitian yang dilakukan oleh para ahli di University of Tennesse tersebut mengatakan, dalam perkawinan, para pria memang mendapatkan manfaat besar karena memiliki istri cantik. Sementara itu para istri mengaku memang mencari pasangan yang bisa dan mau mendukungnya, meski kurang tampan.

Dalam penelitian ini para ahli psikologi dari University of Tennesse melibatkan 82 pasangan suami istri yang baru menikah enam bulan dan sebelumnya berpacaran selama tiga tahun. Keseluruhan pasangan berusia rata-rata 20-an tahun. Hasil penelitian yang diketuai oleh peneliti dari Universitas Tennessee, James McNulty, ini menyanggah penelitian sebelumnya, yakni fisik bukan menjadi faktor utama memilih pasangan hidupnya. Berdasarkan hasil penelitian terbaru, kecantikan merupakan langkah awal menjalin sebuah hubungan.
“Saat memulai sebuah hubungan, faktor kecantikan fisik sangat dominan. Namun, banyak pasangan menyadari kecocokan sebuah hubungan tidak hanya berdasarkan fisik,” ujar James McNulty. Dengan demikian, tidak jarang pernikahan menjadi rentetan sebuah masalah karena ketidakcocokan yang dirasakan. Dia menekankan bahwa, “Pernikahan merupakan sebuah misteri,” lanjutnya.

Dalam observasi penelitian, setiap pasangan mendiskusikan masalah yang dihadapi selama 10 menit dan selanjutnya dianalisis. Dalam pengamatan tersebut, setiap pasangan harus saling mendukung, seperti menjalani pola hidup sehat, mencari pekerjaan baru, berolahraga bersama.
“Ada dua versi jawaban dan coba bandingkan. Ada suami yang menjawab, ‘Itu masalahmu dan kamu harus bisa mengatasinya sendiri’. Ada pula suami yang menjawab, ‘Aku selalu ada di sini untuk membantu?’,” ungkapnya.
Subjek yang menjadi sumber penelitian diwajibkan menjawab kuesioner dari segi ketertarikan fisik dengan skala 1-10. Alhasil, sepertiga dari mereka memiliki istri yang lebih menarik daripada sisanya. Sementara itu, sisanya mempunyai fisik yang sama-sama menawan.

Kemudian ditarik kesimpulan, suami yang berkelakuan baik mempunyai istri berwajah menarik. “Penemuan ini terasa sangat rasional,” tutur Profesor Perilaku Ekonomi MTI Program dari Media Arts and Sciences and Sloan School of Management Dan Ariely. Meski tidak ikut terlibat dalam penelitian tersebut, Ariely memberikan respons atas penelitian McNulty. “Pria lebih tertarik dengan wanita berwajah dan berpenampilan menarik. Adapun, pada wanita lebih tertarik dengan postur pria serta penghasilan tinggi,” ujar Ariely.

“Suami yang mempunyai fisik tidak menarik akan memperoleh lebih dari yang seharusnya,” sebut McNulty dalam LiveScience seraya menyarankan sebaiknya kedua pasangan saling mendukung. Secara teoritis, pria rupawan dibandingkan pasangannya bisa mendapatkan pasangan yang lebih menarik dari pasangannya sekarang.

Istilah rumput tetangga lebih hijau terkadang masih berlaku dan membuat pria selalu merasa tidak puas. “Ternyata, mempunyai suami menarik secara fisik bukan lagi menjadi hal penting bagi wanita. Sebab, wanita lebih membutuhkan perasaan nyaman serta dukungan dari suami,” lanjutnya.
Jadi, secara umum bisa ditarik kesimpulan lebih jauh, bahwa pasangan suami istri bersikap positif dan lebih adem ayem jika sang istri berwajah cantik. Sebaliknya wanita yang bersuamikan pria tampan justru kurang kompak satu sama lain. Demikian pula, jika para laki-laki tampan menikahi wanita yang wajahnya ‘standar’, mereka umumnya merasa kurang puas dengan perkawinannya.

Kesimpulan berikutnya, dalam sebuah perkawinan, pasangan yang sepadan bukanlah semata saat seorang wanita cantik berjodoh dengan pria tampan. Namun lebih dari itu, sepadan berarti saat dua orang saling melengkapi.
Baca selengkapnya: kompas.com

0 komentar:

Post a Comment

Popular Posts